Balap adalah laboratorium berjalan. Semua peserta berlomba-lomba memaksimalkan performa kendaraan, mengatasi persoalan dan masalah bawaan pabrik. Dengna kata lain, seperti riset. Semua pabrikan besar paham ini. Sepanjang masa kita saksikan, teknologi yang sukses dicoba pada balap, cepat atau lambat akan muncul di produk massal.
Dua bulan ke belakang, jadi sejarah dunia EV Indonesia, dengan terselenggaranya balap jalan mulus atau road race. Meski di awal terkonsentrasi motor konversi dan One Make Race, tak tertutup akan berkembang menjadi open race molis.
Seru, bukan hanya karena persaingan antar pebalap. Tapi kita juga jadi saksi bagaimana setiap tim mengatasi kendala motor konversi listrik mereka. Juga United E-Motor yang menyiapkan motor listrik standar pabrikan untuk balap. Semua fokus bagaimana meningkatkan performa motor listrik mereka.
Ini ada beberapa catatan kami, terkait setting motor listrik di trek balap Sentul Karting. Sebelumnya perlu diperhatikan, ada dua PR utama terkait motor. Pertama, kelemaham bawaan harus dituntaskan. Kedua, meningkatkan atau memaksimalkan performa standar.
MELAWAN OVERHEAT
Ini termasuk kelemahan utama molis. Sama seperti motor bakar, suhu berlebih alias overheat selalu jadi persoalan utama. Tentu saja level panasnya berbeda. Mesin bensin ada angka ratusan derajat celsius, sedangkan kendaraan listrik dibawah 100 derajat celsius.
Meski begitu, efeknya sama. Yakni penurun tenaga dan efisiensi yang signifikan. Dalam hal ini, baterai akan lebih cepat terkuras.
Bagian motor listrik yang rentan panas mencakup tiga komponen utama, yakni controller, dinamo dan baterai.
Sebenarnya, gejala controller kepanasan sudah sering dialami pemakai molis, terutama yang suka ngebut, atau jalan relatif jauh. Efeknya, terasa dari tenaga yang terpangkas, bahkan hingga molis berhenti atau cut-off bila panasnya sudah kelewatan. Pun beberapa bengkel memberi solusi dengan menyediakan kit pendingin controller, dari yang liquid cooled hingga pendingin udara dengan memasang kipas elektrik.
Saat balap, kita melihat bagaimana kru BRT dan tim konversi yang balap mengatasi masalah itu. Mereka memindahkan posisi controller yang tadinya di bawah jok, jadi ke depan, di bawah lampu utama. Menurut kru BRT, dengan heatsink khusus yang menangkap angin saat motor melaju, suhu controller bisa dipangkas hingga separuh!
Menjaga suhu controller ini menjamin tenaga molis selalu optimal, serta konsumsi daya baterai tetap efisien meski beban tinggi.
Selain controller, baterai dan BLDC atau dinamo juga berpotensi overheat. Kita lihat satu per satu.
Baterai overheat bukan hanya pengaruh ke performa, tapi juga berisiko tinggi. Terutama pemakai cell NMC. Untuk pemakai LFP cenderung lebih aman, tapi baterainya lebih berat, sehingga tidak optimal.
Satu catatan penting soal panas baterai, adalah pengecasan. Biasanya, saat latihan maupun balap (kelas endurance), dilakukan penggantian baterai. Dimana baterai yang baru dipakai, langsung dicharge, padahal masih panas setelah dipakai ngebut. Tim BRT mengakali ini dengan merendam baterai dalam ember berisi air es. Ini cukup efektif, mengingat kemampuan baterai menerima listrik, amat bergantung pada suhunya.
Share :